Sebelum diberi minyak ganja, bayi bernama Cash Hyde tersebut tidak doyan makan dan mengalami demam tinggi hingga sering kejang akibat efek samping kemoterapi. Bayi asal Utah, Amerika ini menjalani kemotrapi karena mengidap tumor otak yang menyerang saraf penglihatan.
Kondisi kanker yang diderita Cash cukup parah karena terlambat mendapatkan diagnosis. Penyakitnya sempat dikira demam biasa, namun akhirnya diketahui ada pertumbuhan tumor di otaknya setelah bayi malang itu kehilangan kemampuan untuk melihat.
Menurut dokter yang menanganinya, operasi hanya bisa membuang 10 persen dari sel tumor yang bersarang di kepalanya. Selebihnya harus diobati dengan kemoterapi yang sangat menyiksa, karena sejak saat itu Cash jadi makin sering demam dan tidak mau makan.
Mike Hyde, ayah Cash tak tahan melihat perkembangan anaknya yang malah memburuk. Diam-diam, pria berusia 27 tahun itu memasukkan minyak ganja yang ia dapatkan dari seorang rekan dari Montana, Amerika Serikat ke dalam infus yang diberikan pada Cash.
Minyak ganja yang dipakai Mike didatangkan dari Montana karena di Utah tempat Cash dirawat, ganja adalah barang ilegal. Sementara di Montana dan 16 negara bagian lain di Amerika, ganja dilegalkan bagi kalangan tertentu untuk keperluan medis.
"Saya tahu ini ilegal dan sangat menakutkan. Tapi tidak ada yang lebih menakutkan dibandingkan harus kehilangan nyawa anak saya," ungkap Mike seperti dikutip dari Nydailynews, Jumat (6/5/2011).
Tindakan nekat Mike akhirnya memang berbuah manis, sebab sejak saat itu kondisi anaknya makin membaik. Cash tidak lagi tersiksa oleh efek samping kemoterapi, jadi lebih memiliki nafsu makan dan bahkan saat ini sudah dinyatakan sembuh dari kanker.
Dokter-dokter yang menangani Cash tidak memberikan komentar atas tindakan ilegal tersebut. Namun beberapa pakar lain di Amerika menyayangkan hal itu dan menilainya justru menunjukkan hubungan yang tidak harmonis antara dokter dengan keluarga pasien.
"Tindakan itu bisa membahayakan bagi si bayi dan yang jelas Mike tidak punya kemampuan untuk berkomunikasi dengan jujur dengan dokternya," ungkap Dr Linda Granowetter, dokter anak dari New York University. (health.detik.com)