Dusun Lematto terletak sekitar 45 kilometer dari ibu kota Polewali Mandar. Mayoritas penduduknya terutama kaum pria bekerja sebagai petani, pedagang dan pengrajin tenun sutra khas mandar. Kaum suami sepanjang hari berada di kebun, sedang wanitanya bekerja sebagai tukang tenun sarung sutra mandar.
Sepintas tak ada perbedaan dengan dusun lain di sekitarnya. Yang membedakan dengan dusun lain karena dari sekitar 120 lebih penduduknya, 40 jiwa atau sekitar sepertiga di antaranya mengalami gangguan pita suara atau bisu. Uniknya mereka berasal dari satu rumpun keluarga.
Yang mengherankan, ada beberapa rumah yang seluruh anggota keluarganya menderita bisu. Keluarga Sitti Rukiah salah satu keluarga di Dusun Lematto, memiliki lima anggota keluarga, tiga anak perempuan, satu laki-laki dan seorang cucu perempuan semuanya bisu alias menderita tuna wicara sejak lahir. Salmiah, keluarga lainnya di dusun Lematto, memiliki tiga saudara dan dua sepupu dalam satu rumah, semuanya menderita bisu sejak lahir.
Anda yang normal saat memasuki dusun ini seperti 'ketularan' jadi bisu saat mengajak mereka bicara dengan bahasa isyarat. Anda akan kembali merasa normal setelah keluar dari dusun dan bicara dengan masyarakat lainnya.
Meski mayoritas penduduknya cacat wicara dan hanya menggunakan bahasa isyarat, namun Dusun Lematto ini terkenal penduduknya hidup harmonis dan tentram. Di dusun ini, nyaris tak pernah diketahui ada tindak kriminal yang melibatkan penduduknya.
Yang menarik, kendati mereka bisu, namun keterampilan mereka tergolong lumayan. Mayoritas kaum ibu-ibunya bekerja sebagai pengrajin tenun sutra dan kerajinan sulam. Kendati tak pernah mengenyam kursus ketrampilan tetapi mereka cukup terampil. Untuk mengajari mereka, anda hanya memerlukan waktu sesaat untuk memperagakan, setelah itu mereka sudah bisa meniru sendiri.
Kutukan adat?
Belum diketahui pasti apakah gangguan pita suara yang diderita warga dusun Lematto ini merupakan penyakit turun temurun atau karena kutukan adat, seperti yang dipercaya sebgaain penduduk dusun ini.
Kepala dusun Lematto, Sitti Nur menyebutkan, mayoritas warganya percaya tuna wicara yang diderita penduduk dusunnya karena faktor keturunan mengingat mayoritas pasangan mereka kawin dnegan tetangga atau serumpun mereka.
"Ada yang percaya kalau penyakit bisu itu karena faktor keturunan dan faktor kutukan dewa," ujar Sitti Nur.
Menurutnya, berdasarkan kepercayaan penduduk, dahulu warga dusun Lematto berasal dari satu rumpun keluarga yang disebut Kanne Kadza. Pada zaman penjajahan dahulu, Kanne Kadza pernah lupa menggelar prosesi ritual adat yang membuat nenek moyang mereka marah.
Sebagai akibatnya, penduduk dan keturunan Kanne dikutuk menjadi bisu. Setiap hari, komunitas kaum bisu di dusun ini berkomunikasi dengan sesama penderita tuna wicara menggunakan bahasa tubuh atau isyarat. Mayoritas penderita tuna wicara di dusun lematto tidak pernah duduk di bangku sekolah. Warga dan pemerintah setempat berharap ada sekolah yang dapat menampung anak-anak mereka agar bisa meningkatkan skil dan ketrampilan mereka, meski menderita cacat bicara.