Jika kita sebagai warga masyarakat yang sebagaimana menganggap seorang dokter adalah penyelamat medis, sepertinya ulah SB (dalam penyelidikan) telah mencorengnya, bagaimana tidak SB, seorang dokter spesialis kandungan diduga telah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasiennya. Hal itu disebutkan langsung oleh pengakuan korban, dia sempat diciumi si dokter, dan bahkan dipaksa memegangi alat vital.
Ulah tak senonoh si dokter berinisial SB dan berpraktek di Jalan Wachid Hasyim ini akhirnya dilaporkan ke Women Crisis Center (WCC) Jombang, Rabu (18/6/2008). Dihadapan staf WCC, korban, LK (17), warga Desa Sumber Mulyo Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang itu menceritakan kronologi yang membuatnya trauma itu.
Diceritakan korban, Selasa (17/6/2008), sekira pukul 17.00, ia bermaksud melakukan quret (pembersihan janin) bersama suami dan dua anggota keluarga lainnya ditempat praktek SB. Pilihan quret ini dilakukan, lantaran korban baru saja keguguran. Oleh SB, permintaan korban itupun dituruti. Setelah beberapa syarat administrasi dipenuhi korban, SB pun menyilahkannya memasuki ruang parkteknya.
Sebelum melakukan quret, salah satu asisten SB juga ikut menyiapkan kondisi pasien agar siap diquret. ''Saya disuruh melepas semua pakaian saya. Karena saya anggap jika ini memang menjadi aturan, saya turuti saja,'' tutur korban.
Ia masih ingat, sebelum pembersihan janin itu dilakukan, SB terlebih dahulu menyuntikkan obat, yang mebuat badannya lemas dan tak mampu bergerak. Namun, ia sama sekali tak memiliki firasat buruk jika sang dokter akan berbuat diluar penanganan medis.
Dalam kondisi sadar namun tak mampu bergerak, tiba-tiba ia kaget saat SB mulai menciumi kening dan bibirnya. Karena masih dalam kondisi tak bisa bergerak, ia terpaksa membiarkan saja ulah SB itu. Namun, SB malah melakukan aksi yang lebih. SB mulai meremas-remas dua buah payudaranya.
''Berteriak saja saya tak mampu, apalagi melakukan perlawanan,'' tutur korban yang memang masih terlihat shock.
Tak berhenti disitu, SB terus melakukan ulah liarnya dengan meraba dan merogoh alat kelaminnya. Bahkan korban mendengar jika SB sempat mengeluarkan kata-kata tak senonoh saat melihat kemaluannya. ''Saya ingin menjerit, tapi masih tak kuat. Dan SB terus melakukan perbuatan cabul itu,'' terangnya.
Sepertinya belum puas, SB kembali melakukan aksi tak senonoh. Tiba-toba, ia mengeluarkan alat kelaminnya sendiri dan memaksa pasiennya untuk memegang. Lagi-lagi karena masih tak mampu bergerak, tangan korban sampai juga menuruti kemauan SB. ''Saat saya bisa bergerak, baru dia berhenti,'' tukasnya sembari mengatakan, aksi ini dilakukan SB saat asistennya meninggalkan ruangan.
Usai dicabuli itu, tutur korban, ia lantas keluar ruangan karena merasa effect obat tersebut telah habis. Namun saat baru saja keluar, korban tiba-tiba terjatuh dan seketika itu dibopong keluarganya untuk diantar menuju rumah.
Di rumah, korban berubah menjadi pendiam. Bahkan saat berkali-kali disodori makanan, ia selalu saja menolaknya. Korban pun tak kuasa menahan kejadian yang baru saja menimpanya itu, dan langsung menceritakan kepada suaminya, Andik (21).
''Seperti disambar petir rasanya. Saya langsung berangkat ke Polsek Jogoroto untuk melaporkan kejadian ini,'' terang Andik, yang juga ikut mendampingi istrinya di WCC.
Laporan di polsek ternyata tak berbuah. Berdalih tak ada bukti yang menguatkan, salah satu aparat Polsek menolak laporan pasangan suami istri usia muda ini. Bahkan, ia disarankan untuk melaporkan kejadian ini ke Mapolres Jombang.
Mesi kecewa, saran dari anggota Polsek Jogoroto itupun dituruti. Lagi-lagi, ia harus kecewa. Pasalnya, pihak Polres juga menolak laporan dengan alasan yang sama.
''Malah saya ditakut-takuti jika SB justru lapor balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. Akhirnya saya lapor ke WCC ini atas saran beberapa teman,'' tukas Andik.
Ia mengaku kecewa dengan ulah SB tersebut. Untuk biaya quret itu sendiri, ia terpaksa menjual satu-satunya perhiasan kalung yang dimiliki. ''Kok teganya berbuat seperti itu kepada kami,'' ujarnya menyayangkan.
Sholahuddin, salah satu staf WCC mengatakan, untuk sementara pihaknya akan melakukan pemulihan kondisi psikologis korban. Menurut dia, korban memang sedang butuh pendampingan dalam kondisi shock seperti saat ini. ''Kami coba menyembuhkan psikologis korban yang masih shock itu. Disamping itu, upaya hukum atas kasus ini juga akan kita lakukan. Secepatnya kita akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian,'' kata Uddin, sapaan akrab Solahuddin.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jombang, Iptu Suharsono mengaku masih belum menerima laporan korban. Soal laporan korban sebelumnya, juga dibantahnya. ''Belum ada laporan soal itu,'' bantah Suharsono.
Sementara SB sendiri tak tampak di tempat prakteknya. Dua laki-laki dan satu perempuan asistennya mengaku jika SB masih berada di rumah. ''Habis Magrib baru praktek,''kata salah satu asisten laki-laki yang tak mau menyebut namanya.
Saat ditanya rumah kediaman SB, ia menolak menjawab dengan alasan takut dimarahi. ''Lebih baik datang nanti saja,'' tukasnya sembari berlalu.
Sumber:
www.okezone.com