Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo menegaskan, pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam untuk memboikot media yang suka mengkritik juga mengancam keberadaan dan kewenangan DPR sebagai lembaga pengawas pemerintah.
Menurut dia, pemberangusan media yang suka mengkritik juga bisa berlanjut kepada para pengkritik lainnya. "Ada pernyataan Sekretaris Kabinet meminta kepada pemimpin daerah untuk memboikot sejumlah media yang mengkritik. Ini bisa lama-lama DPR juga diboikot," katanya dalam sidang paripurna DPR, Selasa (22/2/2011).
Sekretaris Jenderal PDI-P ini menyayangkan pernyataan orang terdekat Presiden itu karena menyinggung prinsip mendasar dalam berdemokrasi. Lagi pula, ia melanjutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah dengan jelas menyatakan keterbukaannya terhadap kritik. Namun, hal itu sangat kontradiktif ketika ada pejabat terdekatnya justru berencana menghalangi media dalam melakukan tugasnya sebagai "watchdog".
"Media menjadi unsur yang menyampaikan kritik untuk mendukung pengambilan keputusan untuk mendukung pembangunan," tuturnya.
Oleh karena itu, Tjahjo mendesak unsur pimpinan DPR melakukan komunikasi khusus dengan menggelar rapat konsultasi khusus bersama Presiden untuk menindaklanjuti pernyataan yang sudah telanjur dilontarkan ke publik itu. "Jangan sampai fungsi-fungsi pengawasan jadi sulit karena nanti adak oknum-oknum menteri yang mengatakan boikot DPR," ujarnya.
Ancam
Seperti diberitakan, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengancam, media yang selalu mengkritik pemerintah tak akan mendapat iklan dari institusi pemerintah. Dipo akan meminta sekretaris jenderal dan humas-humas lembaga negara tak memasang iklan di media bersangkutan.
Ia berpendapat, ancaman yang ia sampaikan merupakan bentuk pendidikan terhadap media. "Saya hendak mendidik media sebagai pemangku kekuasaan. (Saya) mengingatkan mereka, kan hak saya sebagai rakyat. Jangan sampai media menjadi institusi yang can do no wrong," ucapnya.
Belakangan Dipo mulai terbuka. Ia menyebut TV One, Metro TV, dan harian Media Indonesia sebagai media yang kerap mengkritik pemerintah melalui pemberitaan yang ia sebut tidak terukur. TV One adalah kepunyaan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Sementara harian Media Indonesia dan Metro TV milik politisi Partai Golkar yang saat ini gencar membangun organisasi Nasional Demokrat, Surya Paloh. [kompas.com]