Delapan dari 10 browser yang biasa dipakai pengguna internet ternyata rentan dibobol hacker (peretas). Pasalnya, browser ini jarang diperbaharui.
Peneliti menemukan, kebanyakan pengguna tak pernah melakukan pencegahan dasar seperti menginstal patch guna mengetahui celah keamanan browser. Seperti dikutip Telegraph, secara tak langsung hal ini membuat browser rentan serangan.
Penelitian Qualys, perusaahaan keamanan Amerika Serikat (AS), ini dilakukan setelah pemerintah memperkirakan adanya kerugian dari kejahatan kriminal cyber yang mencapai 3,1 miliar euro (Rp 37,4 triliun) per tahun.
Tanpa plug-in, keamanan browser seperti Chrome, Firefox, Internet Explorer, Opera dan Safari, tak terlalu rentan. Sebanyak 25% browser berhasil diuji pada Januari lalu dan diklaim memiliki celah dan tidak di-patch.
Namun, fitur plug-ins dan software add-ons di hampir semua browser diduga tak sering diperbaharui sehingga membuatnya rentan serangan. Plug-in yang menjadi target kejahatan dunia maya tertinggi adalah Oracle dengan presentase pembajakan 40%. Sedangkan, Adobe Reader berada di urutan kedua, yakni 32%.
Apple Quicktime media player di urutan ketiga dengan tingkat kerentanan 25%. Januari lalu, raksasa jaringan Cisco mengklaim kerentanan keamanan ada di software Java. Cisco mengatakan, Java masih menjadi target potensial peretas karena pengguna tak terlalu memperhatikan pentingnya mem-patch Java.
Ahli keamanan berharap browser dan situs web generasi baru dapat membantu memecahkan masalah ini. Hal ini dikarenakan pengenalan HTML5 berarti banyak fungsi Plug-ins akan bekerja secara otomatis pada browser yang di-update. [inilah.com]