Ibarat masakan, para koki meramu sedemikian rupa bahan makanan yang kurang dinikmati menjadi menu makanan menarik. Misalnya bakpau berbahan dasar ubi atau yang kerap disebut masyarakat jawa sebagai 'telo'. Ramuan masakan tersebut menyamarkan rasa khas umbi jalar telo menjadi makanan menarik khas china (bakpau).
Begitu juga bisnis esek-esek, para pengusaha menjadi koki yang berupaya untuk meramu bisnisnya sedemikian rupa. Tujuannya agar menjadi dagangan yang tidak lagi tabu dipandang, baik oleh masyarakat umum.
Tak lagi berlabel lokalisasi, para pengusaha bisnis nikmat ini menyajikan tema baru dalam label usahanya. Padahal pada ujung-ujungnya sama, yakni praktek kenikmatan sesaat.
Setelah booming salon plus pada era tahun 90-an, bisnis 'cinta satu malam' ini berevolusi menjadi panti pijat yang menawarkan kelincahan jemari wanita cantik sembari melepas lelah.
Di tahun 2011 ini, bisnis panti pijat (PP) ini sudah mewabah, hampir seluruh wilayah di kota Surabaya terdapat praktik bisnis panti pijat. Jika di rata-rata, terdapat sekitar lima hingga enam panti pijat dalam satu kecamatan di Kota Surabaya.
Seperti layaknya lokalisasi, panti pijat ini tergolong menjadi tiga kelas berbeda, yakni mewah, menengah, dan kelas teri. Perbedaan golongan tersebut dikategorikan berdasar harga, fasilitas, pelayanan serta wanita pemijat atau yang kerap disebut terapist oleh panti-panti pijat kelas atas. [source]