Sejumlah personel Polisi Hutan (Polhut) Perum Perhutani Ciamis selain memasang plang penutupan kawasan tersebut, juga mendampingi pembongkaran sejumlah kios makanan ringan yang berada di lokasi objek wisata.
Penutupan objek wisata yang menawarkan suasana alam segar hutan pinus dan kawanan rusa itu, dipimpin langsung Komandan Regu (Danru) Polhut Perhutani Ciamis Suwarto, setelah sebelumnya mendapat saran Ormas karena dinilai kerap dijadikan kawasan mesum pasnagan muda-mudi.
Menurut Suwarto, penutupan kawasan ini dilakukan secara resmi dengan memasang plang berwarna merah bertuliskan kawasan ujicoba objek wisata darmacaang ditutup untuk umum, memasang portal agar tidak dilewati kendaraan wisatawan serta menyaksikan pembongkaran warung makanan ringan.
"Warung-warung itu, dibongkar atas kesadaran pemiliknya karena sejak ditutup pengunjung yang datang menjadi sepi," tandas Suwarto, Kamis (5/5/2011).
Sejumlah pemuda yang terlibat aktif dalam pengelolaan parkir di kawasan objek wisata tersebut menyayangkan aksi penutupan kawasan Darmacaang atas saran dari ormas tertentu.
Menurut, Anggota Karang Taruna Darmacaang Suherman, selama dirinya bekerja sebagai pengelola parkir tidak pernah memergoki ada wisatawan yang berbuat mesum di kawasan hutan terbuka Darmacaang.
“Justru kami aneh, bukti perbuatan mesum yang diisukan itu seperti apa, karena kami yang setiap hari di sini tidak pernah melihatnya,” kata Suherman.
Suherman berharap, penutupan kawasan tersebut ditinjau kembali, karena memutus perekonomian warga setempat. Selain pengelola parkir dan penagungujawab keamanan, para pedagang pun sekarang harus kehilangan mata pencaharian karena objek wisata ini ditutup. “Kami tidak tahu harus bekerja apa, kalau tidak mendapat penghasilan dari sini,” ucap Suherman.
Suherman menceritakan, soal adanya isu kawasan itu kerap dijadikan tempat mesum itu tidak benar. Setiap hari banyak anggota karang taruna yang memantau aktifitas wisatawan. “Untuk tim parkir saja, sedikitnya ditempatkan di enam titik mulai dari kawasan parkir atas hingga parkir bawah. Kami tidak pernah memergoki wisatawan mesum, kecuali sekadar berpegangan tangan. Bahkan kebayakan wistawan yang datang, wisatawan keluarga untuk makan bersama dan lari pagi,” ucap Suherman.
Mungkin, lanjut Suherman, isu kawasan ini dijadikan mesum, karena peristiwa pada 2007 lalu. Saat itu, hari Minggu ada kegiatan dangdut. Sejumlah wisatawan memergoki ada pasangan muda-mudi sedang bercumbu melakukan perbuatan tidak senonoh.
“Tapi, saat itu juga kedua pasangan itu diarak warga, seluruh badannya dilumuri getah pinus. Sejak kejadian itu tidak pernah ada lagi wisatawan mesum. Kalau gara-gara itu, kenapa tidak dipersoalkan dari dulu,” pungkas Suherman. [source]