Dewi Sudarmi lahir cacat tanpa kedua kaki sampai pangkal pahanya. Bocah berusia tujuh tahun asal Desa Gagah, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur ini adalah putri pasangan dari Ali Makki dan Marsiha yang duduk di kelas 1 SDN III Kertagena Laok, Kecamatan Kadur.
Selain mengalami cacat di kedua kakinya, Dewi juga tidak memiliki jari-jari di tangan kanannya. Meski cacat, tetap semangat ke sekolah yang jaraknya dari rumah sejauh 3 km.
Ia setiap hari diantar dan dijemput kakeknya, Sihabuddin, dengan menggunakan sepeda motor. Sesampainya di sekolah, Dewi layaknya anak-anak lainnya. Ia bermain dan belajar meskipun harus merangkak ke sana kemari.
Dewi sama sekali tidak mengalami kesulitan naik turun di kursi sekolahnya. Ia duduk di bangku paling depan biar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
"Saya sengaja pilih bangku depan karena bisa melihat guru langsung saat mengajar," katanya, Jumat (8/4/2011). Anak ketiga dari empat bersaudara ini memiliki kemampuan di atas 22 siswa lainnya di kelasnya.
Kepala SDN III Kertagena Laok, Suparman, mengatakan, nilai rapor Dewi selalu bagus. Paling tinggi adalah pelajaran Bahasa Indonesia dengan nilai 100.
"Dewi merupakan siswa paling pintar di kelasnya. Semua nilai mata pelajarannya tidak ada yang di bawah 90," terang Suparman. Dewi mengaku pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pelajaran favoritnya.
Ia memiliki cita-cita menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ia juga tidak pernah merasa minder dengan teman-teman lain di sekolahnya. Ia justru berpikir untuk terus belajar dan sekolah setinggi-tingginya.
Dewi tidak hanya pandai sekolah, tetapi juga pandai membantu kedua orangtuanya sebagai pemecah batu untuk dijual ke tengkulak.
"Sudah saya larang, tapi dia memaksa membantu kami," kata Ali Makki, ayah Dewi. Ketika ditanya alasannya, Dewi hanya ingin uang sakunya ke sekolah bisa diambilkan dari hasil membantu orangtuanya.
Saat ini Dewi sedikit berbahagia. Sebab, kursi roda yang diimpikannya sudah terwujud dari hasil bantuan pemerintah setempat. Ayahnya pun berharap Dewi bisa tetap melanjutkan pendidikan sampai tuntas.
Entah dengan cara apa, dia mengharapkan uluran tangan dari siapa pun yang merasa prihatin dengan anaknya dan kondisi ekonomi keluarganya.
Selain mengalami cacat di kedua kakinya, Dewi juga tidak memiliki jari-jari di tangan kanannya. Meski cacat, tetap semangat ke sekolah yang jaraknya dari rumah sejauh 3 km.
Ia setiap hari diantar dan dijemput kakeknya, Sihabuddin, dengan menggunakan sepeda motor. Sesampainya di sekolah, Dewi layaknya anak-anak lainnya. Ia bermain dan belajar meskipun harus merangkak ke sana kemari.
Dewi sama sekali tidak mengalami kesulitan naik turun di kursi sekolahnya. Ia duduk di bangku paling depan biar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
"Saya sengaja pilih bangku depan karena bisa melihat guru langsung saat mengajar," katanya, Jumat (8/4/2011). Anak ketiga dari empat bersaudara ini memiliki kemampuan di atas 22 siswa lainnya di kelasnya.
Kepala SDN III Kertagena Laok, Suparman, mengatakan, nilai rapor Dewi selalu bagus. Paling tinggi adalah pelajaran Bahasa Indonesia dengan nilai 100.
"Dewi merupakan siswa paling pintar di kelasnya. Semua nilai mata pelajarannya tidak ada yang di bawah 90," terang Suparman. Dewi mengaku pelajaran Bahasa Indonesia menjadi pelajaran favoritnya.
Ia memiliki cita-cita menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ia juga tidak pernah merasa minder dengan teman-teman lain di sekolahnya. Ia justru berpikir untuk terus belajar dan sekolah setinggi-tingginya.
Dewi tidak hanya pandai sekolah, tetapi juga pandai membantu kedua orangtuanya sebagai pemecah batu untuk dijual ke tengkulak.
"Sudah saya larang, tapi dia memaksa membantu kami," kata Ali Makki, ayah Dewi. Ketika ditanya alasannya, Dewi hanya ingin uang sakunya ke sekolah bisa diambilkan dari hasil membantu orangtuanya.
Saat ini Dewi sedikit berbahagia. Sebab, kursi roda yang diimpikannya sudah terwujud dari hasil bantuan pemerintah setempat. Ayahnya pun berharap Dewi bisa tetap melanjutkan pendidikan sampai tuntas.
Entah dengan cara apa, dia mengharapkan uluran tangan dari siapa pun yang merasa prihatin dengan anaknya dan kondisi ekonomi keluarganya.