Saat lulus SMA, dr. Dante tak pernah punya keinginan untuk menjadi seorang dokter. Tapi karena menurut pada ibundanya, ia harus menempuh kuliah kedokteran. Kini ia malah menjadi seorang ahli molekular diabetes pertama di Indonesia.
Siapa menyangka dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD yang merupakan salah satu spesialis endokrologi dan ahli molekular diabetes pertama di Indonesia tak pernah berkeinginan menjadi dokter. Saat lulus SMA, ia justru ingin kuliah di ITB dan memilih jurusan informatika yang menjadi favoritnya.
"Lulus SMA saya nggak mau jadi dokter tapi ibu minta saya jadi dokter. Akhirnya pas UMPTN saya keterima juga di FKUI. Yah mungkin sudah jalan hidupnya," jelas dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, dari Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, saat dihubungi detikHealth, Senin (1/8/2011).
Saat awal kuliah di FKUI pada tahun 1991, dr Dante mengatakan masih belum tertarik dengan dunia kedokteran. Tapi dengan berjalannya waktu ia justru mencintai dunia yang ia geluti hingga sekarang.
Setelah lulus FKUI ia pun bercerita mendapatkan proyek dari Yayasan Habibie untuk tugas daerah dan mengikuti seleksi unggulan untuk mengambil spesialisasi. Saat itu dengan pertimbangan yang panjang, ia memutuskan untuk mengambil spesialis penyakit dalam.
"Saat itu saya peserta paling muda karena kalau dokter yang lain harus kerja lapangan dulu, tapi saya karena seleksi unggulan langsung masuk setelah lulus," tutur dr Dante.
dr Dante mengatakan pernah menjadi Kepala Puskesmas di daerah terpencil di Batang Asai, Jambi. Bertugas di daerah terpencil inilah yang membuatnya makin mencintai dunia kedokteran.
"Disana sangat terpencil, hanya ada satu dokter untuk 13 desa. Belum ada listrik, 2 sampai 3 jam dari jalan utama dan 5 jam dari ibukota kabupaten. Listrik saja tidak ada, apalagi telepon seperti sekarang," jelas dokter yang juga aktif di PAPDI.
Namun meski harus bertugas di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas umum, dr Dante mengaku sangat menikmatinya. Di sana ia mengaku banyak mendapat pelajaran berharga tentang hidup dan mengaplikasikan ilmu kedokteran yang belum tentu bisa dilakukan di Jakarta, tempat ia dibesarkan.
"Buku hanya mengajarkan aspek klinis, tapi belum tentu bisa diaplikasikan. Nah dengan praktik di tempat seperti itu bisa langsung diaplikasikan, penanganan, edukasi, pelayanan dan sebagainya," jelas bapak dari 2 anak ini.
Lulus mengambil spesialisasi tahun 2004, ia bergabung dengan PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) di Divisi Metabolik Endoktrin yang menangani masalah seperti diabetes dan tiroid.
Dan pada tahun 2005, ia dikirim ke Jepang untuk mengambil gelar PhD di University of Yamanashi. Untuk sekolah ke Jepang tersebut, ia hanya mendapatkan beasiswa 1 tahun, sedangkan masa studi yang harus ditempuh adalah 3-4 tahun.
"Saya nekat berangkat. Saya mengambil molekuler diabetes karena saat itu belum ada ahli di Indonesia yang belajar molekuler diabetes. Istri dan anak juga ikut kesana, karena hidup dengan keluarga jadi lebih murah karena bisa tinggal di apartemen universitas, kalau sendiri kan harus diluar," kenang dr Dante.
Dan untuk menutupi biaya kuliah dan hidup selama di Jepang yang tidak ditanggung oleh beasiswa, dr Dante mengatakan mendapatkan bantuan dari organisasi PAPVI (Perhimpunan Aterosklerosis & Penyakit Vaskular Indonesia) dan ia juga bekerja disana.
"Saya juga kerja disana, jadi tukang masak di McDonald. Kalau Sabtu Minggu kerja, yah belajar masaknya kilat," ujar dokter yang punya hobi fotografi ini.
Untungnya, lanjut dr Dante, karena profesornya di Jepang mengetahui bahwa ia mendapatkan beasiswa, ia harusnya diangkat menjadi asisten dan diikut sertakan dalam riset sehingga mendapatkan gaji dari universitas.
"Alhamdulillah tahun 2008 saya selesai. Yang harusnya 4 tahun saya kebut kelar 3 tahun lebih. Dan saya jadi ahli molekuler diabetes pertama di Indonesia," tutur dr Dante.
Sekarang dr Dante aktif bekerja di Divisi Metabolis Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, menjadi staf pengajar mahasiswa S1, S2 untuk spesialis penyakit dalam dan sub spesialis endokrin, serta membimbing mahasiswa S3 baik dari FKUI dan diluar FKUI seperti dari IPB dan Universitas Andalas.
Siapa menyangka dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD yang merupakan salah satu spesialis endokrologi dan ahli molekular diabetes pertama di Indonesia tak pernah berkeinginan menjadi dokter. Saat lulus SMA, ia justru ingin kuliah di ITB dan memilih jurusan informatika yang menjadi favoritnya.
"Lulus SMA saya nggak mau jadi dokter tapi ibu minta saya jadi dokter. Akhirnya pas UMPTN saya keterima juga di FKUI. Yah mungkin sudah jalan hidupnya," jelas dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, dari Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, saat dihubungi detikHealth, Senin (1/8/2011).
Saat awal kuliah di FKUI pada tahun 1991, dr Dante mengatakan masih belum tertarik dengan dunia kedokteran. Tapi dengan berjalannya waktu ia justru mencintai dunia yang ia geluti hingga sekarang.
Setelah lulus FKUI ia pun bercerita mendapatkan proyek dari Yayasan Habibie untuk tugas daerah dan mengikuti seleksi unggulan untuk mengambil spesialisasi. Saat itu dengan pertimbangan yang panjang, ia memutuskan untuk mengambil spesialis penyakit dalam.
"Saat itu saya peserta paling muda karena kalau dokter yang lain harus kerja lapangan dulu, tapi saya karena seleksi unggulan langsung masuk setelah lulus," tutur dr Dante.
dr Dante mengatakan pernah menjadi Kepala Puskesmas di daerah terpencil di Batang Asai, Jambi. Bertugas di daerah terpencil inilah yang membuatnya makin mencintai dunia kedokteran.
"Disana sangat terpencil, hanya ada satu dokter untuk 13 desa. Belum ada listrik, 2 sampai 3 jam dari jalan utama dan 5 jam dari ibukota kabupaten. Listrik saja tidak ada, apalagi telepon seperti sekarang," jelas dokter yang juga aktif di PAPDI.
Namun meski harus bertugas di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas umum, dr Dante mengaku sangat menikmatinya. Di sana ia mengaku banyak mendapat pelajaran berharga tentang hidup dan mengaplikasikan ilmu kedokteran yang belum tentu bisa dilakukan di Jakarta, tempat ia dibesarkan.
"Buku hanya mengajarkan aspek klinis, tapi belum tentu bisa diaplikasikan. Nah dengan praktik di tempat seperti itu bisa langsung diaplikasikan, penanganan, edukasi, pelayanan dan sebagainya," jelas bapak dari 2 anak ini.
Lulus mengambil spesialisasi tahun 2004, ia bergabung dengan PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) di Divisi Metabolik Endoktrin yang menangani masalah seperti diabetes dan tiroid.
Dan pada tahun 2005, ia dikirim ke Jepang untuk mengambil gelar PhD di University of Yamanashi. Untuk sekolah ke Jepang tersebut, ia hanya mendapatkan beasiswa 1 tahun, sedangkan masa studi yang harus ditempuh adalah 3-4 tahun.
"Saya nekat berangkat. Saya mengambil molekuler diabetes karena saat itu belum ada ahli di Indonesia yang belajar molekuler diabetes. Istri dan anak juga ikut kesana, karena hidup dengan keluarga jadi lebih murah karena bisa tinggal di apartemen universitas, kalau sendiri kan harus diluar," kenang dr Dante.
Dan untuk menutupi biaya kuliah dan hidup selama di Jepang yang tidak ditanggung oleh beasiswa, dr Dante mengatakan mendapatkan bantuan dari organisasi PAPVI (Perhimpunan Aterosklerosis & Penyakit Vaskular Indonesia) dan ia juga bekerja disana.
"Saya juga kerja disana, jadi tukang masak di McDonald. Kalau Sabtu Minggu kerja, yah belajar masaknya kilat," ujar dokter yang punya hobi fotografi ini.
Untungnya, lanjut dr Dante, karena profesornya di Jepang mengetahui bahwa ia mendapatkan beasiswa, ia harusnya diangkat menjadi asisten dan diikut sertakan dalam riset sehingga mendapatkan gaji dari universitas.
"Alhamdulillah tahun 2008 saya selesai. Yang harusnya 4 tahun saya kebut kelar 3 tahun lebih. Dan saya jadi ahli molekuler diabetes pertama di Indonesia," tutur dr Dante.
Sekarang dr Dante aktif bekerja di Divisi Metabolis Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, menjadi staf pengajar mahasiswa S1, S2 untuk spesialis penyakit dalam dan sub spesialis endokrin, serta membimbing mahasiswa S3 baik dari FKUI dan diluar FKUI seperti dari IPB dan Universitas Andalas.
sumber :http://www.detikhealth.com/read/2011/08/01/145137/1693907/1201/tak-mau-jadi-dokter-dr-dante-malah-jadi-ahli-molekuler-diabetes-pertama-ri?l992205778